Karena itu ketika memaparkan tauhid kepada umatnya, Nabimulia ini tidak lagi berkata sebagai Nabi-nabi sebelumnyaberkata,

“Sembahlah Allah, kalian tidak memiliki Tuhan selain-Nya,”

tetapi dinyatakannya,

“Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikianitu lebih baik untukmu kalau kamu mengetahuinya” (QSAl-‘Ankabut [29]: 16)

Dan dinyatakannya bahwa Tuhan yang disembah adalah Tuhanseru sekalian alam, bukan Tuhan suku, bangsa dan jenismakhluk tertentu saja.

“Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yangmenciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agamayang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yangmempersekutukan Tuhan” (QS Al-‘An’am [6]: 79).

“Dia (Ibrahim) berkata (kepada kaumnya), ‘Sebenarnya Tuhankamu adalah Tuhan seluruh langit dan bumi yang telahmenciptakannya, dan aku termasuk orang-orang yang dapatmemberikan bukti atas yang demikian itu” (QS Al-Anbiya,[21]: 56).

Terlihat juga dari Al-Quran bagaimana beliau “berdiskusi”dengan umatnya dalam rangka membuktikan kesesatan mereka,dan menunjukkan kebenaran akidah tauhid (antara lain suratAl-Anbiya, [21]: 51-67).

Demikianlah tahap baru dalam uraian tauhid, dan karena itu-seperti ditulis oleh Abdul-Karim Al-Khatib dalam bukukaryanya, Qadhiyat Al-Uluhiyyah baina Al-Falsafah wa Ad-Din-sejak Nabi Ibrahim, sampai dengan nabi-nabi sesudahnya tidakdikenal lagi pemusnahan total bagi umat satu Nabisebagaimana yang terjadi terhadap umat-umat sebelumnya.

Pemaparan tauhid pun dari hari ke hari semakin mantap danjelas hingga mencapai puncaknya dengan kehadiran NabiMuhammad Saw.

Uraian Al-Quran tentang Tuhan kepada umat Nabi Muhammad Saw.dimulai dengan pengenalan tentang perbuatan dan sifat-Nya.Ini terlihat secara jelas ketika wahyu pertama turun.

“Bacalah demi Tuhan-Mu yang menciptakan (segala sesuatu).Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah danTuhan-mulah yang (bersifat) Maha Pemurah, yang mengajarmanusia dengan qalam, mengajar manusia apa yang tidakdiketahui(-nya)” (QS Al-‘Alaq [96]: 1-5).

Dalam rangkaian wahyu-wahyu pertama. Al-Quran menunjukkepada kepadaTuhan Yang Maha Esa dengan kata Rabbuka (Tuhan)Pemeliharamu (Wahai Muhammad), bukan kata “Allah.”1

Hal ini untuk menggarisbawahi Wujud Tuhan Yang Maha Esa,yang dapat dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya.

Dari satu sisi memang dikenal satu ungkapan yang olehsementara pakar dinilai sebagai hadis Qudsi yang berbunyi:

“Aku adalah sesuatu yang tersembunyi, Aku berkehendak untukdikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku.”

Di sisi lain, tidak digunakannya kata “Allah” padawahyu-wahyu pertama itu, adalah dalam rangka meluruskankeyakinan kaum musyrik, karena mereka juga menggunakan kata”Allah” untuk menunjuk kepada Tuhan, namun keyakinan merekatentang Allah berbeda dengan keyakinan yang diajarkan olehIslam.

Mereka misalnya beranggapan bahwa ada hubungan antara”Allah” dan jin (QS Al-Shaffat [37]: 158), dan bahwa Allahmemiliki anak-anak wanita (QS Al-Isra’ [17]: 40), sertamanusia tidak mampu berhubungan dan berdialog dengan Allah,karena Dia demikian tinggi dan suci, sehingga para malaikatdan berhala-berhala perlu disembah sebagaiperantara-perantara antara mereka dengan Allah (QS Al-Zumar[39]: 3)

Dan kekeliruan-kekeliruan itu, maka Al-Quran melakukanpelurusan-pelurusan yang dipaparkannya dengan berbagai gayabahasa, cara dan bukti. Sekali dengan pernyataan tegas yangdidahului dengan sumpah, misalnya:

Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya,dan demi (rombongan) yang melarang (perbuatan durhaka)dengan sebenar-benamya, dan demi (rombongan) yang membacakanpelajaran. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa, Tuhanlangit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, danTuhan tempat-tempat terbitnya matahari” (QS Al-Shaffat [37]:1-5).

Dalam ayat lain diajukan pertanyaan yang mengandung kecaman,

“Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang banyak bermacam-macamitu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa?” (QS Yusuf[12]: 39).

Kemudian Al-Quran juga menggunakan gaya perumpamaan,seperti:

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindungselain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah.Sesungguhnya rumah yang paling rapuh adalah rumah laba-laba,kalau mereka mengetahui” (QS Al-‘Ankabut [29]: 41).

Ayat ini memberi perumpamaan mengenai orang-orang yangmeminta perlindungan kepada selain Allah, sebagai seranggayang berlindung ke sarang laba-laba. Serangga itu tentu akanterjerat menjadi mangsa laba-laba, dan bukannya terlindungolehnya. Bahkan jangankan serangga yang berlainan jenisnya,yang satu jenis pun seperti jantan laba-laba, berusahaditerkam oleh laba-laba betina begitu mereka selesaiberhubungan seks. Kemudian telur-telur laba-laba yang barusaja menetas, saling tindih-menindih sehingga yang menjadikorban adalah yang tertindih.

Dalam kesempatan lain, Al-Quran memaparkan kisah-kisah yangbertujuan menegakkan tauhid, seperti kisah Nabi Ibrahimketika memorak-porandakan berhala-berhala kaumnya (QSAl-Anbiya’ [21]: 51-71)

BUKTI-BUKTI KEESAAN TUHAN

Ada sementara orang yang menuntut bukti wujud dan keesaanTuhan dengan pembuktian material. Mereka ingin segeramelihat-Nya di dunia ini. Nabi Musa a.s. suatu ketika pernahbermohon agar Tuhan menampakkan diri-Nya kepadanya, sehinggaTuhan berfirman sebagai jawaban atas permohonannya,

“‘Engkau sekali-kali tidak akan dapat melihat-Ku. Tetapilihatlah ke bukit itu, jika ia tetap di tempatnya [sepertikeadaannya semula), niscaya kamu dapat melihat-Ku.’ TatkalaTuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian tersebutmenjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuhpingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, ‘Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada-Mu, dan aku orang yangpertama (dari kelompok) orang beriman'” (QS Al-A’raf [7]:143).

Peristiwa ini membuktikan bahwa manusia agung pun tidakberkemampuan untuk melihat-Nya -paling tidak- dalamkehidupan dunia ini. Agaknya kenyataan sehari-harimenunjukkan bahwa kita dapat mengakui keberadaan sesuatutanpa harus melihatnya. Bukankah kita mengakui adanya angin,hanya dengan merasakan atau melihat bekas-bekasnya? Bukankahkita mengakui adanya “nyawa” bukan saja tanpa melihatnyabahkan tidak mengetahui substansinya?

Di sisi lain ada dua faktor yang menjadikan makhluk tidakdapat melihat sesuatu. Pertama, karena sesuatu yang akandilihat terlalu kecil apalagi dalam kegelapan. Sebutir pasirlebih-lebih di malam yang kelam tidak mungkin ditemukan olehseseorang. Namun kegagalan itu tidak berarti pasir yangdicari tidak ada wujudnya. Faktor kedua adalah karenasesuatu itu sangat terang. Bukankah kelelawar tidak dapatmelihat di siang hari, karena sedemikian terangnya cahayamatahari dibanding dengan kemampuan matanya untuk melihat?Tetapi bila malam tiba, dengan; mudah ia dapat melihat.Demikian pula manusia tidak sanggup menatap matahari dalambeberapa saat saja, bahkan sesaat setelah menatapnya ia akanmenemukan kegelapan Kalau demikian wajar jika mata kepalanyatak mampu melihat Tuhan Pencipta matahari itu.

Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnyabernama Zi’lib Al-Yamani,

“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab,”Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?””Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Imam Alimenjawab,”Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangannyayang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikatkeimanan …”

Mata hati jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkandaripada pandangan mata. Bukankah mata sering menipu kita?Kayu yang lurus terlihat bengkok di dalam sungai, bintangyang besar terlihat kecil dari kejauhan.

Dalam kaitan dengan argumen-argumen dan bukti-bukti logika,kita dapat menyatakan bahwa tidak ada satu argumen yangdikemukakan oleh para filosof tentang Wujud dan KeesaanTuhan yang tidak dikemukakan Al-Quran. Hanya bedanya bahwakalimat-kalimat yang digunakan Al-Quran sedemikian sederhanadan mudah ditangkap, berbeda dengan para filosof yangseringkali berbelit-belit.

Dahulu dikenal apa yang dinamai bukti ontologi, kosmologi,dan teleologi. Bukti ontologi menggambarkan bahwa kitamempunyai ide tentang Tuhan, dan tidak dapat membayangkanadanya sesuatu yang lebih berkuasa dan-Nya. Bukti kosmologiberdasar pada ide “sebab dan akibat” yakni, tidak mungkintertadi sesuatu tanpa ada penyebabnya, dan penyebab terakhirpastilah Tuhan. Bukti teleologi, berdasar pada keseragamandan keserasian alam, yang tidak dapat terjadi tanpa ada satukekuatan yang mengatur keserasian itu

Kini para filosof memperkenalkan bukti-bukti baru, sepertipengalaman moral. Pengalaman moral merupakan tanda tentangadanya yang real; pengalaman ini tidak akan berarti tanpaadanya susunan moral yang objektif, dan ini pada gilirannyatidak akan berarti tanpa adanya satu Zat Yang Mahatinggi,Tuhan Yang Mahakuasa.

Bukti lain adalah pengalaman keagamaan yang dialami olehkebanyakan manusia yang tidak diragukan kejujurannya, danyang intinya mengandung informasi yang sama.

Bukti-bukti yang dipaparkan di atas, dikemukakan olehAl-Quran dengan berbagai cara, baik tersurat maupuntersirat.

Secara umum kita dapat membagi uraian Al-Quran tentang buktiKeesaan Tuhan dengan tiga bagian pokok, yaitu:

1. Kenyataan wujud yang tampak.

2. Rasa yang terdapat dalam jiwa manusia.

3. Dalil-dalil logika.

1. KENYATAAN WUJUD YANG TAMPAK

Dalam konteks ini Al-Quran menggunakan seluruh wujud sebagaibukti, khususnya keberadaan alam raya ini dengan segalaisinya. Berkali-kali manusia diperintahkan untuk melakukannazhar, fikr, serta berjalan di permukaan bumi guna melihatbetapa alam raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada yangmewujudkannya.

“Tidakkah mereka melihat kepada unta bagaimana diciptakan,dan ke langit bagaimana ia ditinggikan, ke gunung bagaimanaia ditancapkan, serta ke bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QSAl-Ghasyiyah [88]: l7-20).

Dalam uraian Al-Quran tentang kenyataan wujud,dikemukakannya keindahan dan keserasian alam raya.

“Tidakkah mereka melihat ke langit di atas mereka, bagaimanaKami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidakmempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumiserta Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan  Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indahdipandang mata.” (QS Qaf [50]: 6-7).

Adapun keserasiannya, maka dinyatakannya:

“(Allah) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamusama sekali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang MahaPengasih sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlahberulang-ulang, adakah sesuatu yang kamu lihat tidakseimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscayapenglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukansesuatu pun yang cacat, dan penglihatanmu itu pun dalamkeadaan payah” (QS Al-Mulk [67]: 3-4).