god

Oleh : H.  Surya Ibnu Nawawi

Berfirman Allah : “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi (Kejadian 1:3)

“Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam” (QS. Al-Fatihah ayat 2)

Dalam kehidupan beragama umat Yahudi, Kristen, dan Islam, Allah diyakini sebagai Tuhan. Karena Tuhan Yang Maha Esa maka otomatis ketiga agama itu bersumber dari Tuhan yang sama. Luwesnya Islam dalam menyebut Allah, tidak demikian bahkan sangat jauh berbeda bagi umat Yahudi maupun Kristen.

Sebenarnya bagi Sang Maha Pencipta tidak mempermasalahkan Apa yang disebut hamba-Nya. Boleh disebut Allah ataupun disebut Tuhan selama nilai penyebutannya benar-benar bermakna Maha Esa dan benar-benar yang disebut itu adalah nama-Nya. Memang Allah dan Tuhan adalah suatu makna yang agak sulit dibedakan. Kalau seseorang mengucapkan Allah maka akan tersyirat makna Tuhan, begitupun sebaliknya. Sehingga akan sulit pula mengartikan “Ya Allah Tuhanku” dengan “Ya Tuhan Allahku” Perbedaan secara umum yang terasa adalah karena kebiasaan sehari-hari dalam ucapan maupun tulisan. Bagi yang terbiasa mengucapkan “Ya Allah Tuhanku” tentu akan terasa janggal bila menyebut “Ya Tuhan Allahku”, begitupun sebaliknya. Mana yang benar dari kedua nilai Ketuhanan tersebut, tentu kebenarannya bukan menurut agama masing-masing. Tetapi harus benar dari presepsi dari Sang Maha Pencipta Itu sendiri. Harus sesuai keinginan Pemilik nama tersebut.

Berbeda dengan tradisi Islam yang konsisten mengatakan Allahu ahad, Allah akan selalu bersifat Esa. Sementara dalam kitab perjanjian lama yang cenderung biografis dan konseptis di dalamnya terdapat perbedaan dalam memaknai nilai ketuhanan. Sehingga Allah bias bermakna jamak. Adanya kontroversi nilai keesaan terhadap Sang Maha Kuasa, maka selayaknyalah nilai ketuhanan perlu ditelusuri kembali.

  1. Sang Maha Pencipta disebut Allah.

Sebagaimana umat Islam yang meyakini “Laa Ilaaha Illallah” (Tiada Tuhan selain Allah). Ketauhidan ini juga tertulis di dalam Al Kitab Yahudi, sehingga otomatis juga terdapat dalam Al Kitab Kristen. Pada awal kitab PL juga banyak tertulis Allah, sebutan bagi Tuhan Yang Maha Esa. Allah adalah pencipta langit dan bumi. Juga tertulis Allah menciptakan manusia. Karena itu, semua(Yahudi, Kristen Islam) bahwa Allah satu-satunya Tuhan sebagai Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (QS. Al-fatihah ayat 1)

“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”. (Kejadian 1:1)

  1. TUHAN Allah

Setelah tertulis Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, pada halaman Taurat berikutnya tertulis “Tuhan Allah”. Sehingga pada lembar berikutnya penambahan kata “Tuhan” di depan kata “Allah” (sekitar kitab Kejadian 2 dan Kejadian 3) lebih mendominasi menggantikan kata “Allah”.

Kejadian 2:

(4) Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit,

(22) Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.

  1. Tuhan dipisahkan dari Allah.

Sebutan “Tuhan Allah” yang banyak tertulis dalam Kitab kejadian 2 dan kejadian 3, namun pada Kejadian 4 dua kata itu mulai dipisahkan. Tidak lagi ditulis “Tuhan Allah” tetapi hanya Tuhan, atau hanya “Allah”. Dalam hal ini kata “Tuhan” justru lebih banyak dipergunakan daripada kata “Allah”. Hal inipun masih terdapat dalam Taurat, diantaranya :

Kejadian 4:6

Firman TUHAN kepada Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?

 

Kejadian 6:7

Berfirmanlah TUHAN: “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.”

 

  1. Sebutan “Allah” kembali dominan.

Setelah kata “Allah” banyak digantikan dengan kata “Tuhan” (Sekitar kitab Kejadian 4 s/d Kejadian 7), pada ayat berikutnya kata “Allah” kembali dominan. Hal ini terdapat dalam Kitab Kejadian 8 s/d Kejadian 9. Sehingga kita akan menjumpai kata “Allah” lebih banyak tertulis dibandingkan Kata “Tuhan”.

Kejadian 8:

(15) Lalu berfirmanlah Allah kepada Nuh:

(16) Keluarlah dari bahtera itu, engkau bersama-sama dengan isterimu serta anak-anakmu dan isteri anak-anakmu;

 

Kejadian 9:

(8) Berfirmanlah Allah kepada Nuh dan kepada anak-anaknya yang bersama-sama dengan dia:

(9) Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu,

 

  1. Tuhan, Allah.

Sedikit perbedaan dengan poin 2 di atas (Tuhan Allah), mulai kitab kejadian 9 akan terdapat penambahan tanda koma(,) diantara kata “Tuhan” dan “Allah”. Penambahan tanda koma diantara kata “Tuhan” dan “Allah” dalam kitab kejadian sepintas tidak begitu signifikan dalam mempengaruhi makna Ketuhanan sebelumnya. Apalagi penambahan tanda koma (Tuhan,Allah) dalam kitab ini relatif sedikit dibandingkan kata “Tuhan” atau “Allah.”

Tetapi kalau dilihat dalam Kitab Keluaran adanya penambahan tanda koma itu menjadi jelas menunjukkan bahwa makna Ketuhanan di dalam Taurat(Kitab Perjanjian lama) adalah berbanding terbalik dengan makna Ketuhanan dalam Islam. Allah dalam Islam harus bermakna Esa, di Perjanjian Lama Allah bisa bermakna jamak walaupun juga bisa bermakna Esa.

Kejadian 9:26 Lagi katanya: “Terpujilah TUHAN, Allah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya.

Keluaran 3:15 Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Beginilah kau katakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun.

Keluaran 23:24 Janganlah engkau sujud menyembah kepada allah mereka atau beribadah kepadanya, dan janganlah engkau meniru perbuatan mereka, tetapi haruslah engkau memusnahkan sama sekali patung-patung berhala buatan mereka, dan tugu-tugu berhala mereka haruslah kauremukkan sama sekali.

  1. Tuhan menjadi Ayah

Disamping itu terdapat dalam Kitab PL disebutkan bahwa Allah juga disebut Ayah bagi para nabi bahkan orang-orang soleh.

Kejadian 26:24 Lalu pada malam itu TUHAN menampakkan diri kepadanya serta berfirman: “Akulah Allah ayahmu Abraham; janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau; Aku akan memberkati engkau dan membuat banyak keturunanmu karena Abraham, hamba-Ku itu.”

  1. Ayah menjadi Bapa.

Pada akhir kitab perjanjian lama (Kitab Maleakhi 1) kata “Tuhan” yang semula ditulis ayah, mulai tertulis “Bapa” walaupun masih belum tegas menggantikan Allah. Selanjutnya anda tentu akan bisa memperkirakan kemana kata “Bapa” ini akan diarahkan.

Maleakhi 1:6 Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?”

  1. Tuhan adalah Maha Esa, bukan Allah.

Mulai setidaknya kitab Keluaran 3:15 sampai akhir kitab PL nilai ke esaan sebuatan Tuhan mutlak menggantikan Allah. Selanjutnya akan tertulis “allah-allah mereka” bagi yang bermakna jamak. Bukan tertulis “tuhan-tuhan mereka”.

Itulah konsep Ketuhanan (Allah; Tuhan Allah; Tuhan, Allah; Tuhan; Ayah dan Bapa) yang terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama. Sehingga setidaknya mulai poin ke 5 di atas Allah bisa bermakna jamak. Benarkah Allah bisa bermakna esa sekaligus jamak adalah ketetapan Tuhan yang disampaikan oleh Nabi Musa as dan para nabi lainnya ? Ataukah hanya kekhilafan bahwa mereka melakukan persaksian yang salah karena taurat yang originalnya dibakar oleh penjajah Kerajaan Babilonia (Penyembah berhala). Anda bisa berpikir dengan menyimak ayat-ayat berikut ini :

Maleakhi 3:

(7) Sejak zaman nenek moyangmu kamu telah menyimpang dari ketetapan-Ku dan tidak memeliharanya. Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu, firman TUHAN semesta alam. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami harus kembali?”

(13) Bicaramu kurang ajar tentang Aku, firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: “Apakah kami bicarakan di antara kami tentang Engkau?”

ALLAH MAHA ESA

Penggunaan kata “Allah” yang berarti Tuhan seringkali terdengar agak aneh dan asing bagi telinga orang barat. Allah adalah kata dalam bahasa arab yang berasal dari pemadatan “al” dan “ilah”. Yang berarti Tuhan, yakni menyiratkan satu Tuhan. Secara linguistic bahasa ibrani dan bahasa arab terkait dengan bahasa-bahasa semitik. Dan istilah arab “Allah” atau “al ilah” terkait dengan “El” dalam bahasa Ibrani yang berati Tuhan. El – Elohim berarti Tuhannya para Tuhan atau Sang Tuhan. Ia adalah bahasa ibrani yang dalam PL diterjemahkan Tuhan. Karena itu kita bisa memahami bahwa penggunaan kata “Allah” adalah konsisten, bukan hanya Al Quran dan tradisi Islam tetapi juga dalam tradisi-tradisi biblical yang tertua.

Persamaan mendasar kata “Al ilah” dalam istilah arab dengan El – Elohim bisa difahami secara lebih jelas jika kita memperhatikan abjad bahasa arab dan ibrani. Baik bahasa arab dan ibrani sama-sama tidak memiliki bunyi untuk huruf vocal. Abjad kedua bahasa tersebut hanya terdiri dari konsonan, dan keduanya bersandar pada penandaan sebagai bunyi huruf vocal yang secara khas ditemukan hanya pada tulisan yang formal sebagai suatu petunjuk pengucapan. Transliterasi bahasa Indonesia dari istilah arab “al ilah” dan istilah ibrani El – Elohim telah memasukkan penandaan-penandaan vocal ini. Jika kita harus hilangkan transliterasi Indonesia berupa penandaan vocal ini maka istilah arab tersebut akan menjadi “al ilh” sementara ibraninya menjadi “el elh”. Akhirnya jika kita harus melakukan transliterasi terhadap semua “alif” dalam bahasa arab sebagai “a” maka akan menjadi “ Al Alh, dan seluruh “alif” dalam ibrani juga sebagai “a” maka istilah dalam ibrani pun menjadi “ Al alh”. Dengan kata lain, pengecualian tunggal bahwa ibrani menggunakan bentuk jamak, al – ilah, dimana “Allah” merupakan pemadatannya, dan El Elohim, maka istilah ibrani yang diterjemahkan sebagai Tuhan dalam PL benar-benar merupakan istilah yang sama sekali identik dalam bahasa arab dan ibrani, dua bahasa yang memiliki hubungan sangat erat.(Gerald F Dirk. Salib di Bulan Sabit : 237-238)

Allah, Nama Tuhan

Allah yang berasal dari Al-Alh atau El-Elh adalah bentuk tunggal bahasa arab dan Ibrani (bentuk jamak ibrani Elhm). Dari segi spesifikasinya sangat identik dengan Al kitab (Al-Kitab) atau Al Quran(Al-Quran) dll. Kitab bermakna buku dan Quran bermakna bacaan. Bacaan dan buku sangat menunjukkan makna sebuah dzat. Penambahan kata “Al” pada Quran dan kitab (menjadi Al Quran dan Al Kitab) merubah makna dari dzat (kata benda) menjadi “nama” dari dzat tersebut.

Dalam agama Islam ada 99 nama yang dikhususkan bagi Tuhan. Yaitu Allah, Al Quddus, Al Haq dll yang terangkum dalam Asmaul Husna. Quddus : suci, haq : benar, begitu pula ilahi : Tuhan, tidak menunjukkan nama. Penambahan kata Al pada Haq (AL HAQ) juga menjadi nama dari Dzat Yang Maha Benar. Begitupula penambahan kata Al pada ilahi menjadi ALLAH merubah makna dari Dzat Yang Dipertuhankan menjadi nama Tuhan. Berbagai unsur dzat yang ada di dunia ini, begitupula berbagai sifat terdapat pada Tuhan, manusia, binatang dll. Sehingga dzat dan sifat lebih menunjukkan unsur jamak. Sedangkan nama sangat menunjukkan ke-esaan (menuju pada se-Tuhan atau seorang). Artinya jelas bahwa Allah adalah Maha Esa, karena Allah adalah nama dari Tuhan (DZAT-Nya).

Contoh nama Muhammad memang terdapat di mana-mana(merujuk ke banyak orang). Namun kalau kita menunjuk pada nama Muhammad bin Abdullah bin Hasyim, Muhammad Ali bin …, Muhammad Suharto bin …, Muhammad bin lainnya pasti akan menunjuk pada seorang(bermakna tunggal). Dan hal tersebut berbeda bila menelusuri dzat atau sifat yang terdapat diri Muhammad bin fulan. Karena dzat dan sifat dari Muhammad bin fulan pasti jamak.

Selain Allah, Musa juga nama dari dzatnya manusia. Bila kita memanggil “Hai Manusia” terhadap Musa akan terasa kurang pas. Bukankah akan lebih baik dan benar bila memanggilnya “ Hai Musa”. Karena disamping sopan, memanggil “Musa” akan lebih bermakna tunggal/menunjuk ke 1 orang. Sedangkan menyebut “Hai Manusia” menunjuk ke banyak orang / jamak. Hai itu bisa dibuktikan bila memanggil “Hai Manusia” pada Musa yang sedang bersama banyak orang. Begitupula kepada Allah, karena Allah adalah nama dari Tuhan(Dzat-Nya). Apalagi Allah adalah nama yang tidak dimiliki siapapun selain Tuhan.

Adanya perubahan makna Allah yang seharusnya tunggal menjadi jamak, dan adanya perubahan nama Bapa yang seharusnya Allah dalam Al Kitab Taurat dan Injil, tidak lebih karena adanya tujuan yang sudah jelas. Kalau saja transliterasi dari ayat original yang bermakna Tuhan tetap diterjemahkan Tuhan, begitu juga dengan makna Allah, maka perbedaan makna keesaan dalam seluruh agama samawi dari Allah tidak akan pernah terjadi. Allah adalah nama- Nya maka Allah tidak bisa bermakna jamak. Karena apabila harus memilih satu diantara dua yakni Allah atau Tuhan yang bermakna jamak, maka sebutan Tuhan lah yang seharusnya bermakna jamak, bukan Allah.

Ayat original Matius 27:46 “Eli, Eli, lama sabakhtani ?” walaupun hanya beberapa kata, sudah cukup menjadi bukti adanya in konsistensi Keesaan dalam penerjemahan ayat tersebut. “Eli, Eli” dalam bahasa ibrani akan tertulis “EL” karena tidak memiliki bunyi huruf vocal seharusnya diterjemahkan Tuhan. Tetapi oleh mereka diterjemahkan Allah-KU, Allah-Ku yang seharusnya “Allah” dalam ibrani adalah dari “Ellh” bukan kata “El”.

Perbedaan penyebutan nama Allah di berbagai tradisi, daerah atau Negara tetap menyiratkan nama dari Tuhan yang satu. Yakni bahasa arab ditulis dengan alif lam lam ha, atau bahasa Indonesia dengan menulis “Allah”. Bagaimana pun sebutannya atau bagaimana pun cara mengucapkannya pasti menuju pada makna yang sama yakni si Pemilik Nama Allah. Karena Allah adalah nama-Nya. Dan ini akan tidak sama, dengan penyebutan makna Tuhan. Misalnya English : GOD, Arab : ilahi, Indonesia : Tuhan, dll. Sehingga sebutan “Tuhan” tidak mengarah pada satu nama, atau dengan kata lain tidak menunjukkan keesaan.

Kejadian 21:35 Oleh sebab itu, bersumpahlah kepadaku di sini demi Allah, bahwa engkau tidak akan berlaku curang kepadaku,………….

Al ‘Ala ayat 14-15 Sesungguhnya beruntunglah orang yang selalu membersihkan diri dan dia selalu ingat nama Tuhannya (Allah dan Asma ul husna lainnya).