AFFIAntek FFI :

Beberapa kelakuan/moral/sunnah muhammad yg menjadi pertanyaan di jaman sekarang :

– bininya seabreg

– mengawini anak-anak umur 9 tahun

– Memerintahkan membunuh kafir yang menolak Islam

Muslim Menjawab :

memperhatikan perilaku netter Kristen yang suka meributkan persoalan di atas :

  1. sering meributkan soal istri yang banyak pada Muhammad saw tetapi membutakan mata terhadap Salomo yang beristri biangnya seabrek’.
  2. meributkan soal pernikahan dengan Aisyah (yang soal umur tersebut masih ‘diperdebatkan’) tetapi membutakan mata terhadap berapa usia Maria (yang sekitar 12 tahun ) yang dinikahi Yusuf (sekitar 90 tahun).
  3. meributkan soal maria budak Hafsah tetapi mereka membutakan terhadap AbrahAm yang punya 2 gundik. (versi alkitab) dan yakub yang menggauli Budaknya, yang akhirnya melahirkan beberapa ‘suku utama diantara orang Israel.

Jadi jelas orang yang meributkan demikian hanya orang-orang yang suka menerapkan standar ganda. Dalam hal ini kami tidak berargumentasi “kamu juga” tetapi kalau “muhammad dipersoalkan kenapa mereka membutakan diri terhadap ‘orang-orang pilihan’ lainnya yang melakukan lebih parah dari Muhammad saw di dalam Al kitab ?

jadi asumsi pembelaan muslim yang dianggap Maling kemudian membela diri ‘dia maling juga’ adalah salah besar, yang tepat kalau mereka menganggap “muslim maling” maka apakah ia juga berani menyatakan kalau manusia-manusia Pilihan Tuhan itu juga “maling ?”

Antek FFI mencoba membela peryataannya :

tapi mereka kan bukan orang berakhlak mulia ?

Muslim menjawab :

Apakah Abraham, Salomo, Yusuf suami Maria adalah orang-orang bejat menurut ‘yang ngeles’ ? bukankah mereka manusia-manusia pilihan Tuhan ?

Antek FFI :

Waktu muhammad ngomong kristen & yahudi itu = babi & monyet itu menghina gak yah ???

Moslem menjawab :

waktu Yesus mengatai orang Farisi dan Saduki sebagai keturunan ular beludak ,itu menghina nggak ? kalau ALkitab tertulis Yahudi tidak lebih baik dari Lembu itu menghina tidak yach? sekali lagi apa yang mempersoalkan masalah tersebut tidak sedang menggunakan standa ganda?

Ini maksud ente Muhammad saw memakai kekerasan untuk membela diri khan ? Tapi bahkan setelah Muhammad saw mempunyai kedudukan yg kuat & mempunyai banyak pengikut, kekerasan Muhammad saw makin menjadi-jadi. Muhammad saw & tentaranya memerangi Negara-negara kafir tetangganya yang gak mau masuk islam. Banjir darah lagi, ck ck ck.

sewaktu Musa mempunyai kedudukan kuat dan banyak pengikut ia menggunakan kekerasan atau tidak ? memerangi negara-negara tetangga atau tidak? jadi yang seperti Musa itu Yesus atau Muhammad ? maka ia sedang menggunakan standar obyektif atau standar ganda, dengan membutakan diri terhadap ‘perilaku Musa’ dan yang tercatat didalam alkitab? kalau mau menuduh dan mempertanyakan ‘mikir’ dahulu standar yang anda gunakan tersebut standar Obyektif atau standar kaca-mata Kuda ! atau standar yang anda gunakan standar tinggi atau standar ‘rendahan’?

Masalah Bininya Seabreg

Muslim menjawab :

Rasulullah menjalani monogamy tidak menikah lagi selama 25 tahun bersama Khadijah. Tidak ada satu pun petunjuk bahwa selama bersama Khadijah, Rasulullah pernah menyatakan niat untuk melakukan poligami atau tergoda dengan perempuan lain. Kesetiaan terhadap Khadijah dijalaninya selama 25 tahun masa pernikahan hingga Khadijah wafat. Jika Rasulullah mau poligami di masa itu, di saat masih muda dan prima, tentu Rasulullah akan mudah untuk melakukannya. Terlebih sejumlah pemimpin suku Quraisy pernah merayu Beliau dengan tawaran perempuan-perempuan paling cantik seantero Arab sekali pun agar Rasulullah mau menghentikan dakwahnya.

Tawaran yang di saat sekarang ini sangat menggiurkan, sebuah tawaran yang banyak sekali membuat pejabat, Raja, Presiden, dan bangsawan jatuh dari kursi kekuasaannya, tidak membuat Rasulullah bergeming.

Rasulullah tetap setia pada Khadijah dan Dakwah Islam. Ketika Khadijah wafat di kala Rasulullah berusia 50 tahun, beberapa waktu dilalui Rasulullah dengan menduda. Barulah di saat usia beliau menginjak 51 atau dilain kisah ada yang menulis 52 tahun, maka Rasulullah mengakhiri masa dudanya dengan menikahi Aisyah yang baru berusia 9 tahun (ada catatan lain yang mengatakan Aisyah ketika dinikahi Rasulullah berusia 19 tahun). Namun pernikahan dengan Aisyah ini baru disempurnakan ketika Beliau hijrah ke Madinah. Setelah dengan Aisyah, Rasulullah yang telah berusia 56 tahun menikah lagi dengan Saudah binti Zam’ah, seorang janda berusia 70 tahun dengan 12 orang anak. Setelah dari Saudah, Rasulullah kembali menikahdengan Zainab binti Jahsyi, janda berusia 45 tahun, lalu dengan Ummu Salamah (janda berusia 62 tahun).

Di saat berusia 57 tahun, Rasulullah kembali menikahi Ummu Habibah (janda 47 tahun), dan Juwairiyah binti Al-Harits (janda berusia 65 tahun dengan telah punya 17 anak). Setahun kemudian Rasulullah kembali menikahi Sha_yah binti Hayyi Akhtab (janda berusia 53 tahun dengan 10 orang anak), Maimunah binti Al-Harits (janda berusia 63 tahun), dan Zainab binti Harits (Janda 50 tahun yang banyak memelihara anak-anak yatim dan orang-orang lemah). Setahun kemudian, Rasulullah menikah lagi dengan Mariyah binti Al-Kibtiyah (gadis 25 tahun yang dimerdekakan), lalu Hafshah binti Umar bin Khattab (janda 35 tahun, Rasulullah berusia 61 tahun), dan ketika berusia 61 tahun itulah Rasulullah baru menyempurnakan pernikahannya dengan Aisyah, saat mereka telah hijrah ke Madinah. Dalam setiap pernikahan poligami yang dilakukan Rasulullah SAW terdapat keistimewaan-keistimewaan dan situasi khusus sehingga Allah mengizinkan Beliau untuk itu. Dari segala catatan yang ada, tidak pernah ada satu catatan pun yang menyatakan bahwa pernikahan poligami yang dilakukan Rasulullah disebabkan Rasulullah ingin menjaga kesuciannya dari perzinahan atau dari segala hal yang berkaitan dengan hawa nafsu. Maha Suci Allah.

Menggauli Bocah 9 Tahun

Muslim menjawab :

Allah SWT memerintahkan langsung kepada Rasululah SAW agar menikahi gadis ini. Pernikahan Rasululah dengan Aisyah r. A. Merupakan perintah langsung Allah SWT kepada Rasulullah SAW lewat mimpi yang sama tiga malam berturut-turut (Hadits Bukhari Muslim). Tentang usia pernikahan Aisyah yang katanya masih berusia 9 tahun, ini hanya berdasar satu hadits dhaif yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Urwah saat beliau sudah ada di Iraq, dalam usia yang sangat tua dan daya ingatnya sudah jauh menurun. Mengenai Hisyam, Ya’qub ibn Syaibah berkata, Apa yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpercaya, kecuali yang dipaparkannya ketika ia sudah pindah ke Iraq. ” Malik ibnu anas pun menolak segala penuturan Hisyamyang sudah berada di Iraq.

Oleh para orientalis, hadits dhaif ini sengaja dibesar-besarkan untuk menjelek-jelekan Rasulullah SAW. Menurut beberapa kajian-kajian semacam al-Maktabah Al-Athriyyah (jilid 4 hal 301) dan juga kajian perjalanan hidup keluarga dan anak-anak dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka akan diperoleh keterangan kuat bahwa Asiyah sesungguhnya telah berusia 19-20 tahun ketika menikah dengan Rasululah SAW. Suatu usia yang cukup matang untuk menikah.

Memerintahkan Membunuh Terhadap kafir Yang Menolak Islam

Muslim menjawab :

Bahwasanya, barangsiapa membunuh suatu jiwa, padahal dia tidak membunuh jiwa atau tidak membuat kerusakan di permukaan bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya.” ( QS. Al Maidah: 32)

Muhammad SAW bersabda :

“Barangsiapa membunuh seorang kafir ahdi, maka dia tidak akan mencium bau sorga, sedang bau sorga itu tercium sejauh perjalanan 40 tahun.” (Riwayat Bukhari dan lain-lain)

Muhammad SAW bersabda :

“Barangsiapa membunuh seorang laki-laki dari ahli dzimmah, maka dia tidak akan mencium bau sorga.” (Riwayat Nasa’i)

Apalagi yang membuat anda memfitnah ? Buktinya anda masih hidup tenang di bumi Indonesia yang mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di dunia.

SEPUTAR HUKUM RAJAM DALAM ISLAM

Muslim menjawab :

Bahwa nasikh-mansukh itu memang ada dalam Islam, hal ini diperkuat oleh firman Allah Ta’ala sendiri :

(QS Al  Baqarah ayat 106) Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

 

Ada 3 macam nasakh yang dikenal dalam dunia ilmu ushul _qih :

  1. Ayat Al-Qur’an yang dinasakh lafadznya dan hukumnya sekaligus.
  2. Ayat Al-Qur’an yang dinasakh lafadznya tapi hukumnya tetap berlaku.
  3. Ayat Al-Qur’an yang dinasakh hukumnya tapi lafadznya tetap masih ada

Contohnya adalah hukuman rajam bagi pezina muhsan, dan lafadznya adalah sebagai berikut :

Asy-Syaku wasy-syaikhatu idzaa zanaya farjumuhumal battah nakaalan minallah wallahu ‘azizun hakim.

(Laki-laki yang sudah menikah dan perempuan yang sudah menikah bila mereka berzina, maka rajamlah mereka berdua, sebagai hukuman dari Allah dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

  1. Umar bin Khaththab ra. ketika menjabat sebagai Khalifah berkata, “Demi Allah, ayat ini pernah turun ke muka bumi, lalu kemudian Allah SWT menasakh lafadznya namun hukumnya tetap berlaku.”
  2. Ubay bin Ka’ab ra. dimana beliau menyebutkan bahwa ayat ini dulunya terdapat di dalam surat Al-Ahzab. Dan menurut beliau, sebelum sebagian ayatnya dihapuskan, surat Al-Ahzab sangat panjang seperti surat Al-Baqarah. (Dalam HR. Ibnu Majah dalam kitab shahihnya).

HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizy dan An-Nasai :

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Umar bin al-Khaththab berkhutbah, “Sesungguhnya Allah SWT mengutus nabi Muhammad saw. dengan haq dan juga menurunkan kepadanya Al-Kitab (Al-Qur’an). Dan diantara ayat yang turun kepadanya adalah ayat rajam (\Laki-laki yang sudah menikah dan perempuan yang sudah menikah bila mereka berzina, maka rajamlah mereka berdua, sebagai hukuman dari Allah dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”). Kami telah membacanya dan memahaminya. Dan Rasulullah telah merajam dan kami pun juga telah merajam. Sungguh aku khawatir setelah masa yang panjang nanti akan ada seorang yang berkata, “Kita tidak mendapati keterangan tentang rajam di dalam Qur’an.” Maka orang itu telah

menyesatkan dengan meninggalkan faridhah (kewajiban) yang telah Allah turunkan. Hukum rajam adalah benar bagi pezina baik laki-laki maupun perempuan yang muhshan, yaitu bila telah ditegakkan bayyinah (saksi) atau pengakuan. Demi Allah, jangan sampai ada orang yang mengatakan bahwa Umar telah menambahi ayat Al-Qur’an.

 

Sahih Muslim, Book 017, Hadith Number 4194. Chapter : Stoning of a married adulterer.

‘Abdullah b. ‘Abbas reported that ‘Umar b. Khattab sat on the pulpit of Allah’s Messenger (may peace be upon him) and said: Verily Allah sent Muhammad (may peace be upon him) with truth and He sent down the Book upon him, and the verse of stoning was included in what was sent down to him. We recited it, retained it in our memory and understood it. Allah’s Messenger (may peace be upon him) awarded the punishment of stoning to death (to the married adulterer and adulteress) and, after him, we also awarded the punishment of stoning, I am afraid that with the lapse of time, the people (may forget it) and may say:

We do not _nd the punishment of stoning in the Book of Allah, and thus go astray by abandoning this duty prescribed by Allah. Stoning is a duty laid down in Allah’s Book for married men and women who commit adultery when proof is established, or it there is pregnancy, or a confession.

Sahih Bukhari, Volume 8, Book 82, Number 816:

Narrated Ibn ‘Abbas:

‘Umar berkata, “Aku khawatir jika waktu lama telah berlalu, orang-orang akan berkata, “Kami tidak menemukan ayat-ayat  Rajam (dilempari batu sampai mati) dalam Al-Qur’an, ” dan maka mereka jadi tidak melakukan kewajiban yang telah Allah tetapkan. Perhatikan! Aku menegaskan bahwa hukum Rajam harus dilaksanakan bagi dia yang melakukan hubungan seks haram, jika dia telah menikah dan kejahatan ini dibuktikan oleh saksi-saksi atau kehamilan atau pengakuan.” Sufyan menambahkan, “Aku telah mengingatnya seperti ini.” ‘Umar menambahkan, “Sudah jelas bahwa Rasul Allah melakukan hukum Rajam, dan jadi kami pun harus mengikuti perbuatannya.” (See also: Vol. 8, No. 817 and Vol. 9, No. 424; Sahih Muslim, No. 4194)

HR Muttafaq ‘alaih :

“Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina, orang yangmembunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah.’ Adapun jika seseorang telah bertaubat, lalu mendatangi penguasa Islam yang menegakkan had dan mengaku berbuat zina, serta memilih ditegakkan had padanya, maka had boleh ditegakkan (walaupun tidak wajib), Jika tidak, maka tidak ditegakkan. Karena NABI BERSIKAP BERUSAHA AGAR RAJAM TIDAK TERJADI. [Majmu Fatawa 16/31]

Bila Sudah Bertaubat Dari Zina Apakah Tetap Harus Dirajam?

Jika seseorang sudah bertaubat dari zina (atau pencurian, minum khamer, dan lainnya) dan urusannya belum sampai kepada penguasa Islam yang menegakkan syari’at, maka had zina (cambuk atau rajam) gugur dari orang yang bertaubat tersebut. Hal ini dengan dalil-dalil sebagai berikut, _rman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

[An-Nisaa ayat 16] Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Kemudian jika keduanya bertubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”

 

[Al-Maidah ayat 39] Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 4250 dan lainnya,

Dari Abdullah bin Mas’ud : Sabda Rasulullah Shallallahu _alaihi wa sallam.

Artinya : Orang yang bertaubat dari semua dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa”

Hadits Riwayat Muslim dan lainnya:

Hadits dari Nu’aim bin Hazzal : Ma’iz bin Malik adalah seorang yatim dibawah asuhan bapakku. Lalu dia menzinahi seorang budak dari suku itu. Maka bapakku berkata kepadanya, Pergilah kepada Rasulullah Shallallahu _alaihi wa sallam, lalu beritahukan kepada beliau apa yang telah engkau lakukan. Semoga beliau memohonkan ampun untukmu”.Bapakku menghendaki hal itu karena berharap Ma’iz memperoleh solusi. Maka Ma’iz mendatangi beliau dan berkata, Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Lalu beliau berpaling darinya. Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Maka beliau berpaling darinya. Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, \\Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Sampai dia mengulanginya empat kali. Rasulullah Shallallahu _alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah mengatakannya empat kali. Lalu dengan siapa ?”. Dia menjawab, Dengan si Fulanah”. Lalu beliau bersabda, Apakah engkau berbaring dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”. Lalu beliau bersabda, “apakah engkau menyentuh kulitnya?”. Dia menjawab, “Ya”. Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau bersetubuh dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”.Maka beliau memerintahkan untuk merajamnya. Kemudian dia dibawa keluar ke Harrah [Nama tempat di luar kota Madinah]. Tatkala dia dirajam, lalu merasakan lemparan batu. Dia berkeluh kesah, lalu dia keluar dan berlari. Maka Abdullah bin Unais menyusulnya. Sedangkan sahabat-sahabatnya yang lain telah lelah. Kemudian Abdullah mengambil tulang betis unta, lalu melemparkannya, sehingga dia membunuhnya. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu _alaihi wa sallam dan menceritakanya kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Tidakkah kamu membiarkannya, kemungkinan dia bertaubat, lalu Allah menerima tuabatnya!?”

Dalam hadits berikut dikisahkan pengakuan seorang pezina lelaki yg sudah nikah diacuhkan oleh nabi sampai 2 x namun pezina tersebut memaksa. Pada intinya Hukum Rajam memang telah dinasakh oleh Allah SWT dalam Al Quran namun tetap menjadi hukum karena itu adalah sunnah Nabi Muhammad saw. Namun tentu saja dengan syarat dan aturan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Orang yang terlanjur berzina, dia harus menjalani hukuman sesuai dengan ketentuan dari Allah SWT, yaitu dihukum rajam atau cambuk. Namun untuk menjalankan hukum rajam dan cambuk itu, Allah SWT. juga telah mengatur dan membuat syarat serta ketetapan yang wajib dilaksanakan. Salah satunya adalah mengharuskan hakim untuk menghindari keduanya, selama masih ada syubuhat. Rasulullah SAW bersabda :

اِدْرَؤُوا الحُدُودَ باِلشُّبُهَاتِ

Artinya : Hindarilah hukum hudud dengan masih adanya syubuhat.

 

Syarat Sah Diterapkannya Hukum Rajam :

  1. Wilayah Hukum Resmi

Hukum rajam dan hukum-hukum syariah lainnya harus diberlakukan secara resmi terlebih dahulu sebuah wilayah hukum yang resmi menjalankan hukum Islam.

Di dalam wilayah hukum itu harus ada masyarakat yang melek hukum syariah, sadar, paham, mengerti dan tahu persis segala ketentuan dan jenis hukuman yang berlaku. Ditambahkan lagi mereka setuju dan ridha atas keberlakuan hukum itu.

  1. Adanya Mahkamah Syar’iyah

Pelaksanaan hukum rajam itu hanya boleh dijalankan oleh perangkat mahkamah syar’iyah yang resmi dan sah. Mahkamah ini hanya boleh dipimpin oleh qadhi yang ahli di bidang syariah Islam. Qadhi ini harus ditunjuk dan diangkat secara sah dan resmi oleh negara, bukan sekedar pemimpin non formal.

  1. Peristiwa Terjadi di Dalam Wilayah Hukum

Kasus zina dan kasus-kasus jarimah lainnya hanya bisa diproses hukumnya bila kejadiannya terjadi di dalam wilayah hukum yang sudah menerapkan syariah Islam di atas.

Sebagai ilustrasi, bila ada orang Saudi berzina di Indonesia, tidak bisa diproses hukumnya di wilayah hukum Kerajaan Saudi Arabia. Dan sebaliknya, meski berkebangsaan Indonesia, tetapi kalau berzina di wilayah hukum Kerajaan Saudi Arabia, harus dijatuhi hukum rajam.

  1. Terpenuhi Semua Syarat Bagi Pelaku Zina

Tidak semua pelaku zina bisa dijatuhi hukum rajam. Setidaknya-tidaknya dia harus seorang muhshan yang memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu beragama Islam, usianya sudah mencapai usia baligh, sehat akalnya alias berakal, berstatus orang merdeka dan bukan budak, iffah dan sudah menikah (tazwij).

Bila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka hukum rajam batal demi hukum, tidak bisa dilaksanakan, malah hukumnya terlarang berdasarkan syariat Islam.

  1. Kesaksian 4 Orang Atau Pengakuan Sendiri

Untuk bisa diproses di dalam mahkamah syar’iyah, kasus zina itu harus diajukan ke meja hijau. Hanya ada dua pintu, yaitu lewat kesaksian dan pengakuan diri sendiri pelaku zina.

Bila lewat kesaksian, syaratnya para saksi itu harus minimal berjumlah 4 orang, semuanya laki-laki, akil, baligh, beragama Islam, dan semuanya melihat langsung peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan yang berzina, secara langsung dan bukan dengan rekaman, di waktu yang bersamaan. Saking susahnya syarat kesaksian ini, maka dalam kenyataannya Rasulullah SAW sendiri belum pernah menjatuhkan hukum rajam pada kasus-kasus zina yang didasarkan pada kesaksian orang lain. Selama tiga kali kasus pezina dijatuhi hukuman rajam, semuanya didasarkan hanya pada pengakuan yang bersangkutan.

Maka kalau kita simpulkan, betapa sulitnya penerapan hukum rajam ini, bahkan Rasulullah SAW tidak bisa menerapkan hukuman ini seenaknya saja. Beliau pernah menolak wanita yang menyerahkan dirinya untuk dirajam, lantaran masih banyak syarat yang tidak terpenuhi.

ATURAN POLIGAMI YANG LUAR BIASA ( QS. AN NISAA ayat 1-3)

Muslim menjawab :

Ada seseorang berkata kepada anda :

“Makanan berguna untuk kelangsungan hidup anda, makanan bisa menghasilkan energi untuk anda beraktifitas, kalau anda tidak makan dalam waktu yang lama, anda bisa dalam bahaya. Namun dari berbagai jenis makanan, terdapat makanan yang berkolasterol tinggi, seperti jeroan, dll. Kalau anda tidak punya ketahanan tubuh untuk menerima makanan tersebut, lebih aman kalau anda makan makanan jenis lain, seperti daging, kolasterolnya lebih rendah. Namun kalau anda juga punya tubuh yang rentan, mungkin berpotensi tinggi terhadap diabetes dan darah tinggi, sebaiknya anda makan yang lebih aman, sayuran dan ikan-ikan. Itu lebih baik dan sehat buat anda”. Logisnya, sekalipun anda termasuk punya tubuh yang kuat, mungkin karena anda adalah olahragawan terlatih, anda tentu memprioritaskan untuk makan makanan yang paling aman, yaitu sayuran dan ikan. Tetapi suatu waktu anda juga bisa mengkonsumsi makanan berkolasterol tinggi karena beberapa alasan, antara lain :

  1. Anda merasa tubuh anda SANGGUP untuk mengkonsumsinya..
  2. Bisa juga karena SELERA (NAFSU) makan anda mendorong anda sehingga sekalipun mengerti apa resikonya, jeroanpun anda sikat juga.
  3. Bisa juga karena anda BUTUH makan makanan beresiko tinggi tersebut, karena aktifitas anda memang membutuhkan masukan makanan yang berenergi tinggi.
  4. Bisa juga karena MAKANAN TERSEBUT SUDAH DILETAKKAN DIATAS MEJA, kalau ada tidak memakannya akan membusuk dan mengganggu lingkungan, sedangkan anda TIDAK PUNYA ALTERNATIF untuk membuangnya.

Namun, tindakan paling logis yang anda lakukan adalah : ANDA AKAN MENGKONSUMSI MAKANAN YANG AMAN, karena nasehat orang tadi memang MENGARAHKAN anda untuk mengkonsumsi makanan yang aman. Sekarang analogi tersebut kita coba ‘cantelkan’ kepada ATURAN Allah tentang poligami :

QS. An Nisaa ayat :

  1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
  2. Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
  3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Pertama-tama Allah menyeru kepada SEMUA MANUSIA, bahwa setelah menciptakan manusia, Allah menciptakan adanya ISTRI (bukan wanita), artinya yang diciptakan itu adalah HUBUNGAN antara laki-laki dan wanita. Gunanya hubungan tersebut diciptakan Allah adalah untuk :

(1) Berkembang-biak

(2) Saling meminta (tolong-menolong) satu sama lain dalam ketaqwaan

(3) mengimplementasikan hubungan silaturahmi. Sekalipun ada kesan hubungan tersebut adalah antara SATU suami dengan SATU istri (terkesan dalam kalimat ‘yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya) namun tidak ada dalam ayat tersebut ATURAN tentang monogami atau poligami. Karena Allah tentu mengetahui bahwa kehidupan manusia yang diciptakan-Nya sangat kompleks termasuk perihal hubungan antara laki-laki dan wanita. Ke-MahaTahu-an Allah itu terlihat pada ayat berikutnya ketika Dia mengatur tentang perkawinan, dimulai dengan menyinggung soal kedudukan anak yatim. Mengapa terkait dengan anak yatim..?. Ustadz Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menyatakan bahwa anak yatim dalam kehidupan kemasyarakatan punya posisi yang sangat lemah dan harus dilindungi. Kalaupun ada yang tega menyakiti anak yatim yang ada dalam asuhannya, dipastikan tidak ada seorangpun keluarga yang akan membelanya. Memang dalam Al-Qur’an banyak kita temukan ayat unuk melindungi anak yatim ini, dan kezaliman terhadapnya akan diganjar dosa besar.

Perihal mengawini anak yatim yang anda asuh dalam aturan ini, merupakan PEMBANDING, saya analogikan sebagai ‘makanan yang mengandung kolasterol tinggi’, penuh resiko dan gampang membuat kita tergelincir melakukan kezaliman. Namun sekali lagi diingatkan disitu TIDAK ADA LARANGAN. Karena dalam kehidupan, mengawini anak yatim yang diasuh mungkin saja kita temukan. Bagi anda yang merasa tidak sanggup dan takut tergelincir berlaku zalim, Allah memberikan alternatif ‘makanan yang lain’, yaitu poligami. Namun poligamipun dikesankan Allah ‘masih mengandung kolasterol cukup tinggi, sekalipun tidak setinggi mengawini anak yatim’, maka berikutnya Allah memberikan alternatif untuk bermonogami. Perlu juga diingatkan bahwa aturan berpoligami BUKAN MERUPAKAN PERINTAH ATAU SURUHAN ATAU KEUTAMAAN. Coba perhatikan baik-baik bunyi kalimatnya ‘dan JIKA kamu takut’. MAKA kawinilah..!, ini adalah kalimat PENGANDAIAN, demikian pula ketika Allah mengatur untuk bermonogami (dan mengawini budak yang dimiliki) juga memakai bentuk kalimat PENGANDAIAN.

Untuk menutup rangkaian aturan tersebut, Allah tidak mengatakan ‘yang demikian merupakan tindakan yang baik dan utama’, tapi dengan bahasa ‘Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya’, disitu tersirat penilaian Allah bahwa bermonogami merupakan tindakan yang lebih beresiko rendah ketimbang poligami atau mengawini anak yatim yang diasuh, dan BUKAN MENYATAKAN MONOGAMI LEBIH BAIK DARI POLIGAMI.

Apa yang anda lakukan ketika berhadapan dengan serangkaian aturan dari Allah tersebut..?, tentu saja secara logis maka tindakan anda adalah menikah secara monogami, karena itulah jalan yang paling aman dan merupakan ‘makanan yang menyehatkan’. Namun tidak tertutup kemungkinan manusia akan mengambil juga tindakan yang mengandung resiko tinggi untuk berpoligami, dengan alasan yang saya sebutkan dalam analogi tadi, bisa karena antara lain : MERASA MAMPU, NAFSU, BUTUH, atau TIDAK PUNYA KEMUNGKINAN LAIN SELAIN BERPOLIGAMI.

Dari rangkaian aturan Allah menyangkut hubungan perkawinan antara laki-laki dan wanita, kita menemukan ATURAN YANG LUAR BIASA yang sangat ‘compatible’ dengan dinamika kehidupan manusia, karena kita yakin seyakin-yakinnya, apabila Allah telah menetapkan ketentuan-Nya terhada manusia, maka aturan tersebut PASTI bisa diterapkan dalam kondisi kehidupan model apapun. Kita bisa menyimaknya dalam surat An Nisaa ayat 1-3.

BERSAMBUNG…………..